Mohammad Singgih: Perlu Standarisasi Informasi Geospasial

By Administrator 19 Mar 2018, 11:12:18 WIB Opini Dan Wacana
Mohammad Singgih: Perlu Standarisasi Informasi Geospasial

Informasi geospasial memiliki peran penting sebagai alat bantu dalam perumusan kebijakan, pengambilan keputusan atau pelaksanaan kegiatan yang berhubungan dengan ruang kebumian. Oleh karena itu, informasi geospasial yang dibuat harus memenuhi standar, baik dari aspek subyek, obyek maupun produk. Perlunya standarisasi itu untuk menjamin data yang dihasilkan lebih akurat dan presisi. “Jadi bukan data abal-abal,” kata Mohammad Singgih kepada The President Post di Jakarta, Senin (8/9/2014).

Menurut M. Singgih, Sekretaris Umum Ikatan Nasional Tenaga Ahli Konsultan Indonesia (Intakindo), hampir tidak ada kegiatan dalam kehidupan manusia tanpa informasi geospasial. Substansi dari informasi geospasial selalu terkait dengan lokasi, letak, dan posisi suatu objek atau kejadian yang berada di bawah, pada, atau di atas permukaan bumi.

Informasi geospasial terdiri atas informasi geospasial dasar (IGD) maupun informasi geospasial tematik (IGT). IGD sekurang-kurangnya memuat data tentang garis pantai, hipsografi, perairan, nama rupabumi, batas wilayah, transportasi dan utilitas, bangunan dan fasilitas umum, dan penutup lahan. Dengan demikian IGD memuat data tentang batas wilayah, prasarana fisik untuk perpindahan manusia/barang dari satu tempat ke tempat lain, serta fasilitas umum yang berwujud bangunan.

Sedangkan pada IGT, data yang termuat didalamnya sesuai dengan sifat dan jenis tema dari IGT tersebut. Beberapa instansi pemerintah sudah memiliki IGT sesuai dengan kepentingannya. Terkait dengan IGT yang sudah dimiliki oleh masing-masing lembaga/kementerian, maka tugas BIG adalah melaksanakan pengintegrasian informasi geospasial tematik itu.

Dalam tugas pengintegrasian tersebut, BIG dapat mengintegrasikan lebih dari satu IGT yang diselenggarakan oleh instansi pemerintah atau pemerintah daerah menjadi satu IGT baru. “IGT ini yang harus diperbanyak. Misalnya IGT tentang sentra ekonomi sehingga membantu dunia bisnis,” jelas Singgih. Pembuatan IGT wajib mengacu pada IGD, dan dilarang mengubah posisi dan tingkat ketelitian geometris bagian IGD atau membuat skala IGT lebih besar daripada skala IGD yang diacunya.

“Harus ada standarisasi, baik dari segi subyek, obyek maupun produknya,” tambah alumni Geodesi Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta itu. Subyek menyangkut pihak yang melaksanakan kegiatan penyelenggaraan informasi geospasial, bisa berupa perorangan, kelompok orang atau badan usaha. Subyek ini harus memenuhi standar khusus sebelum mereka melakukan survey. “Harus ada semacam sertifikasi untuk pelaksana survey,” jelasnya.

Sedangkan obyek menyangkut seluruh atau sebagian dari sebuah kegiatan dalam upaya menetapkan atau menentukan lokasi, letak, dan posisi suatu objek atau kejadian yang berada di bawah, pada, atau di atas permukaan bumi yang dinyatakan dalam sistem koordinat tertentu. Harus ada kesamaan pandang dalam melihat obyek tersebut.

Sementara itu, aspek produk yaitu seluruh perolehan baik berupa data geospasial yakni data tentang lokasi geografis,dimensi atau ukuran, dan/atau karakteristik objek alam dan/atau buatan manusia, maupun informasi geospasial yakni data geospasial yang sudah diolah sehingga dapat digunakan sebagai alat bantu dalam pengambilan keputusan.

Melalui standarisasi pada aspek subyek, obyek dan produk maka informasi geospasial yang dihasilkan memiliki keakuratan dan tingkat presisi yang sama. “Tumpang tindih data akan hilang,” tambah Singgih. Dia menambahkan, kebijakan satu peta (one map policy) harus segera diwujudkan oleh Badan Informasi Geospasial (BIG) seperti yang diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial (UUIG).

Terkait dengan konsep Tol Laut yang dikemukakan oleh presiden terpilih Joko Widodo dan Jusuf Kalla maka BIG perlu segera membuat Peta Lingkungan Pantai Indonesia (LPI) dan Peta Lingkungan Laut Nasional (LLN). “Keduanya merupakan peta dasar dalam IGD,” lanjutnya. Dalam peta LPI dan LLN, hipsografi digambarkan dalam bentuk garis kontur muka bumi, titik ketinggian di darat, batimetri, dan titik kedalaman di laut. (jok)

Sumber : http://thepresidentpostindonesia.com/2014/09/08/mohammad-singgih-perlu-standarisasi-informasi-geospasial/




Write a Facebook Comment

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

View all comments

Write a comment